Rumah Atalarik Syach Dibongkar Akibat Sengketa Tanah, Ini Kronologinya / Foto: instagram.com/ariksyach
Jakarta, Insertlive -
Atalarik Syach mengalami kenyataan pahit setelah sebagian rumahnya yang berlokasi di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dibongkar akibat sengketa lahan yang telah berlangsung sejak tahun 2015.
Sengketa tersebut melibatkan seorang pria bernama Dede Tasno yang mengklaim memiliki hak atas tanah yang ditempati Atalarik.
Dalam keterangan kepada media, Atalarik menjelaskan bahwa ia membeli tanah tersebut dari PT Sapta Usaha Gemilang Indah pada tahun 2000.
Dirinya juga telah berupaya mengurus kelengkapan dokumen kepemilikan, termasuk akta jual beli (AJB) dan sertifikat, sejak awal pembelian.
"Ini tanah PT Sapta. Saya beli tahun 2000 dan mulai mengurus surat-surat sejak saat itu. Ada yang sudah menjadi sertifikat, ada juga yang masih dalam bentuk AJB. Sampai 2002 semua dokumen sudah lengkap," ujar Atalarik dilansir dari Detik, Jumat (16/5).
Namun, proses legalitas kepemilikan tanah tersebut tidak berjalan mulus. Salah satu dokumen penting, yakni surat pelepasan hak, dikabarkan hilang.
Atalarik menyebut bahwa pada saat itu tidak ada notaris yang terlibat dalam transaksi, sehingga ia mempercayakan pengurusan dokumen kepada pihak kelurahan dan kecamatan.
"Surat pelepasan itu katanya hilang. Dulu tahun 2000 tidak pakai notaris. Jadi saya percayakan semuanya ke pegawai kelurahan dan kecamatan, yang sekarang juga ikut digugat oleh Dede Tasno," jelasnya.
Gugatan dari pihak Dede Tasno diajukan ke Pengadilan Negeri Cibinong pada Agustus 2015. Gugatan tersebut ditujukan kepada beberapa pihak, termasuk camat Cibinong, lurah Kelurahan Pakan Sari, Atalarik Syach, serta PT Sapta Usaha Gemilang.
Menurut Atalarik, dirinya telah menduduki tanah tersebut secara fisik sejak tahun 2000 dan mulai membangun pagar pada 2003. Ia merasa dirugikan oleh klaim Dede Tasno, yang menyatakan telah mengeluarkan sejumlah uang untuk pengelolaan lahan, tanpa bukti yang sah.
"Dia mengklaim sudah mengeluarkan dana untuk mengelola lahan, dengan angka yang tidak masuk akal, bahkan tiga hingga empat kali lipat dari NJOP. Saya membangun rumah sejak lama, jadi kenapa baru muncul di tahun 2015?" ujarnya dengan heran.
Atalarik juga mempertanyakan keabsahan klaim tersebut dan menyayangkan gugatan yang datang saat ia sudah mengeluarkan banyak biaya untuk pembangunan rumah. Ia mengaku membeli dan membangun rumah di lokasi yang sesuai, tanpa niat melanggar hukum.
"Kalau memang ada masalah, kenapa tidak dari dulu? Saya membangun rumah karena saya pikir saya pembeli yang sah. Sekarang sebagian rumah saya kena eksekusi, sebagian lagi tidak. Titik-titik lahannya juga tidak jelas," tambahnya.
Meski kecewa, Atalarik mencoba mengambil sisi positif dari kejadian ini. Ia menilai kasus ini menjadi pembelajaran penting tentang pentingnya sistem administrasi pertanahan yang lebih rapi dan terdigitalisasi.
"Hikmahnya mungkin ini menjadi dorongan agar sistem analog berubah ke sistem digital. Untuk warga lain, tolong periksa juga dokumen kepemilikannya dengan baik," tutup Atalarik.
(ikh/ikh)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading LoadingBACA JUGA
detikNetwork