5 Fakta Soal Kronologi hingga Motif Pemerasan WNA Malaysia di DWP 2024 / Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta, Insertlive -
Kasus pemerasan terhadap sejumlah warga negara Malaysia yang hadir di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 yang berlangsung pada 13-15 Desember 2024 menjadi sorotan publik.
Sejumlah pengunjung mengungkapkan bahwa mereka menjadi korban pemerasan oleh oknum polisi yang menyamar di tengah kerumunan acara tersebut.
Dalam pengakuan yang viral di media sosial, lebih dari 400 warga Malaysia mengaku mengalami penghinaan dan pemerasan, yang menyebabkan mereka kehilangan uang, keamanan, dan waktu berharga.
Salah satu netizen menuliskan, "Keamanan, uang, dan waktu kami benar-benar habis! Budaya dan tempat belanja negara kalian memang yang terbaik bagi kami, tapi tidak dengan korupsinya."
Pihak promotor DWP mengonfirmasi komitmennya untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan penonton, serta berjanji akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengusut tuntas insiden ini. Mereka juga menyatakan akan mengambil tindakan tegas setelah hasil investigasi terungkap.
Berikut adalah beberapa fakta terkini terkait kasus pemerasan yang menimpa warga Malaysia di acara DWP 2024:
1. Kronologi
Kasus dugaan pemerasan ini bermula dari sejumlah laporan yang datang dari pengunjung asal Malaysia yang menghadiri acara Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta pada 13 hingga 15 Desember 2024. Beberapa penonton mengaku dihentikan oleh oknum polisi secara mendadak untuk menjalani tes urine.
Walaupun mayoritas hasil tes menunjukkan negatif terhadap narkoba, mereka tetap diminta untuk menyerahkan sejumlah uang yang tidak sedikit. Diduga, ini merupakan bagian dari skema pemerasan yang dilakukan secara terstruktur oleh kelompok tertentu.
Unggahan yang viral di media sosial semakin menguatkan dugaan bahwa aksi pemerasan ini melibatkan lebih dari sekadar individu. Kelompok oknum yang terlibat dikatakan menargetkan lebih dari 400 pengunjung asal Malaysia sebagai sasaran.
2. 18 Polisi Diamankan
Pihak kepolisian telah mengamankan 18 oknum polisi yang diduga terlibat dalam aksi pemerasan terhadap warga Malaysia di acara DWP 2024. Personel tersebut terdiri dari anggota Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran. Mereka kini sedang diperiksa lebih lanjut oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
"Jumlah terduga oknum yang diamankan sebanyak 18 personel. Kami tidak akan mentolerir pelanggaran oleh anggota Polri," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dilansir dari CNN pada Jumat (27/12).
Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Abdul Karim, memastikan bahwa 18 terduga pelaku pemerasan telah ditempatkan di penempatan khusus di Mabes Polri, sementara penyidikan lebih lanjut terhadap pelanggaran etik terus berlangsung.
3. Kerugian Rp2,5 Miliar
Polri menyatakan bahwa jumlah korban pemerasan mencapai 45 orang, dan total kerugian yang dialami warga negara Malaysia diperkirakan mencapai Rp2,5 miliar.
"Dari hasil penyelidikan yang sudah kami lakukan, kami temukan 45 orang korban, dan barang bukti yang berhasil diamankan mencapai Rp2,5 miliar," jelas Abdul Karim.
4. Motif Pemerasan
Polri terus mendalami motif dari aksi pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut. Hingga kini, belum diketahui apakah pelaku bertindak terkoordinasi atau secara individu. Penyidikan masih berlanjut untuk menggali lebih dalam peran masing-masing anggota dari berbagai satuan kerja, mulai dari Polsek hingga Polda.
"Kami masih mendalami motif dan tujuan aksi pemerasan ini. Saat ini, penyidikan terus berjalan," ujar Abdul Karim.
5. Tindakan Tegas untuk Pelaku
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan perhatian serius terhadap kasus ini dan mendesak Polri untuk menindak tegas oknum yang terlibat dalam pemerasan tersebut. Anggota Kompolnas, Muhammad Choirul Anam, mengapresiasi langkah Divisi Propam yang sudah mengambil tindakan cepat dan berharap ada sanksi tegas bagi para pelaku.
"Selain sanksi tegas, kami juga mengharapkan penjelasan yang transparan mengenai apa yang sebenarnya terjadi agar tidak ada informasi yang simpang siur," ungkap Anam.
Kasus ini mengundang perhatian luas dan menjadi bahan pembicaraan terkait transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pihak kepolisian.
(ikh/ikh)
Tonton juga video berikut:
ARTIKEL TERKAIT
Loading LoadingBACA JUGA
detikNetwork