batampos – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) berhasil membongkar jaringan judi online (judol) yang beroperasi di dua apartemen mewah di Batam, Jumat (22/11) sore.
Penggerebekan pertama dilakukan di Apartemen Aston, Lubuk Baja, dengan mengamankan 11 orang, termasuk pemilik aplikasi judi online, Chandra (24). Lokasi serupa ditemukan di Apartemen Formosa Residence.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, Kombes Pol Dony Alexander, mengungkapkan, di antara para tersangka terdapat 10 pekerja telemarketing berusia 18 – 21 tahun.
Para pekerja telemarketing yang mayoritas berusia muda tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka diduga dieksploitasi. Mereka dipaksa tinggal di apartemen tanpa izin keluar, dengan dokumen pribadi seperti KTP serta ijazah ditahan pelaku utama.
“Hal ini menunjukkan adanya eksploitasi serius dalam jaringan tersebut,” tegas Dony, Sabtu (23/11).
Dony juga mengungkapan, pemilik aplikasi tinggal di lantai 18 bersama seorang rekan wanita. Ia juga memiliki keterkaitan dengan tersangka lain yang sebelumnya ditangkap oleh Polresta Barelang.
Chandra diketahui sebagai adik dari tersangka yang lebih dulu ditahan Polresta Barelang berinisial A, 30. Meski saat ekspose di Mapolresta Barelang akhir pekan lalu (Sabtu, 16/11), A mengaku baru mempromosikan situs judol itu dan tidak ada jaringan, namun fakta berkata lain. A dan Chandra dua saudara dalam bisnis beromzet besar yang sudah beroperasi 7 bulan (cek video pernyataan A di Instagram Batam Pos di link: https://www.instagram.com/p/DCbD6SJyrkA/).
Omzet Fantastis dan Operasi Jaringan
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa jaringan ini meraup omzet harian hingga Rp350 juta, dengan perputaran uang mencapai miliaran rupiah dalam tujuh bulan terakhir.
”Setiap hari mereka melayani sekitar 530 pelanggan, mayoritas dari Jambi. Saat ini, kami sedang menyelidiki kemungkinan keterlibatan warga Batam atau daerah lain,” tambah Dony.
Sebelumnya disebutkan, server judol ini sudah beroperasi selama tujuh bulan dengan omzet mencapai Rp1 miliar per bulan. Per harinya, pemain server ini mencapai 5.800 orang.
Jaringan ini mengelola tiga situs judi online bernama Hamsawin, Forwin87, dan Botakwin. Setiap situs melayani ratusan permainan, seperti slot, sabung ayam, domino, dan biliar.
Chandra membeli tautan situs dari buronan berinisial PS, kemudian merekrut 10 telemarketing untuk memasarkan layanan perjudian.
“Para telemarketing ini menggunakan WhatsApp untuk menjaring korban, dengan target merekrut 250 pemain baru setiap bulannya,” jelasnya.
Sebelumnya Kapolda Kepri, Irjen Yan Fitri Halimansyah mengungkapkan, data dari operator menunjukkan minimal pemasangan taruhan pemain adalah Rp50 ribu per orang.
”Bayangkan berapa pendapatan setiap operator,” katanya.
Pola Baru Operasi Judol
Kapolda Kepri, Irjen Pol Yan Fitri juga menyebutkan, pengungkapan ini memperlihatkan pola baru operasi judi online di wilayah Kepri.
Sebelumnya, mereka menggunakan rumah mewah atau ruko. Kini, modusnya beralih ke apartemen atau hotel,†ungkap Yan Fitri.
Barang bukti yang disita meliputi uang tunai, buku rekening, ponsel, laptop, dan puluhan perangkat komputer. Semua barang bukti akan digunakan dalam proses hukum.
Ancaman Hukuman Berat
Para tersangka dijerat Pasal 45 junto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE Nomor 1 Tahun 2024, serta Pasal 303 KUHP. Ancaman hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan adalah 10 tahun penjara.
Proses hukum terhadap seluruh tersangka kini sedang berlangsung di bawah pengawasan pihak berwenang.
Seperti diberiakan sebelumnya, penggerebekan di Apartemen Aston Pelita dipimpin langsung Kapolda Kepri, Irjen Yan Fitri Halimansyah; Wakapolda Kepri, Brigjen Asep Safrudin; dan Dirreskrimum Polda Kepri, Kombes Dony Alexander.
Polisi terlihat mendatangi kamar nomor 12 di lantai 2, dan kamar nomor 02 di lantai 18. Dari lokasi tersebut, polisi menangkap dua pemilik server, CW, 24 dan DN, 23, serta sembilan orang operator.
Kapolda menjelaskan, pengoperasian judol ini terbilang tertutup. Para operator dilarang keluar kamar, dan kebutuhan mereka dipasok oleh CW dan DN. Para operator digaji Rp5 juta hingga Rp8 juta per bulan.
“Pemiliknya anak Batam. Pekerjanya direkrut dari Jambi, Jakarta, dan Bandung. Mereka tidak bisa keluar karena ijazahnya juga ditahan,” ungkapnya.
Menurut Yan, judol ini harus diberantas sesuai instruksi Menko Polhukam. Sebab, aktivitas ini berdampak negatif bagi masyarakat, terutama para pemainnya.
Dampaknya sangat signifikan terhadap kemiskinan rakyat Indonesia,katanya. (*)
Reporter : AZIS MAULANA