batampos – Praktik prostitusi online yang melibatkan anak kembali ramai di aplikasi kencan. Untuk mencari pelanggan, pelaku prostitusi online ini menggunakan jasa joki.
Seperti In, yang memiliki dua akun di aplikasi kencan. Di akun tertera foto dan biodata usia 16 tahun. “Stay di Pelita,” ujar akun tersebut.
Selain menawarkan anak yang ada di foto, akun tersebut juga menawarkan anak lainnya.
“Atau sama teman saya. 16 tahun juga, tapi di Hotel Nagoya,” katanya sambil menyertakan foto temannya.
Informasi yang didapatkan, joki ini menjajakan anak di berbagai aplikasi, termasuk WhatsApp. Mereka mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
“Harga Rp500 ribu nett,” sebutnya.
Untuk melayani tamu, anak ini check in bersama-sama. Biasanya, anak di bawah umur ini menyewa kamar di wisma dengan harga yang terjangkau, yakni Rp75-100 ribu per malamnya.
“Ada anak-anak. Seringnya Sabtu sama Minggu,” ujar resepsionis wisma di kawasan Pelita.
Ia mengaku tidak mempermasalahkan anak-anak tersebut check in. Sebab, anak tersebut mengaku berkumpul bersama teman-temannya.
“Ngakunya gak pulang ke rumah. Ngumpul sama teman,” katanya.
Sementara, Sekretaris LPA Batam, Erry Syahrial, menilai kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur khususnya di Batam akan selalu ada. Ia menilai kasus seperti ini sudah setiap tahun terungkap.
”Setiap tahun ada, dan akan selalu muncul,” ujarnya, kemarin.
Erry menjelaskan bahwa selama ia menjabat sebagai Ketua Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri, setiap tahun pihaknya selalu menangani kasus prostitusi anak. Baik anak yang putus sekolah, bahkan berstatus pelajar.
”Bahkan ada yang pelajar. Dan hal ini terjadi karena beberapa faktor,” katanya.
Menurut Erry, maraknya prostitusi anak di Batam disebabkan bebasnya pergaulan anak. Selain itu, faktor penggunaan media sosial oleh anak (medsos) yang tidak dikontrol.
”Ditambah kurangnya pengawasan dari orangtua. Dari pengakuan anak-anak itu, melakukan hal seperti itu ada yang disebabkan faktor ekonomi juga,” tutupnya.
Di lain pihak, Kepala UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Batam, Dedy Suryadi, menyatakan bahwa kasus pros-titusi online semakin marak di Batam, dengan sebagian besar korban merupakan anak-anak perempuan yang menjadi obyek perdagangan oleh teman atau bahkan pasangan mereka sendiri.
“Meskipun kasus-kasus ini jarang dilaporkan secara lang-sung sebagai prostitusi online, pihaknya sering menerima laporan terkait persetubuhan yang kemudian terungkap sebagai bentuk prostitusi terselubung,” kata dia kepada Batam Pos, kemarin.
Bahwa anak-anak ini awalnya dilaporkan mengalami kekerasan seksual. Namun, setelah pihaknya melakukan pendalaman, ternyata mereka menjadi korban transaksi prostitusi online yang diatur oleh komunitas atau kelompok tertentu.
”Biasanya, kasus ini baru terungkap ketika orangtua korban mengetahui dan me-laporkannya ke pihak berwajib,” kata Dedy.
Menurutnya, beberapa korban mengaku dijual oleh pacar mereka sendiri atau dimanfaatkan oleh teman yang menjanjikan imbalan seperti ponsel atau uang. “Korban sering kali diajak bermain oleh teman, lalu diimingi hadiah, seperti ponsel, untuk kemudian dijadikan objek tran-saksi,” lanjutnya.
Pihak UPTD PPA juga menemukan bahwa sejumlah korban mulai tergiur dengan hasil yang diperoleh dari aktivitas ini. Namun, setelah dilakukan asesmen, ditemukan adanya indikasi anak-anak tersebut telah terlibat dalam praktik open BO (booking online), meskipun awalnya mungkin tidak mereka sadari.
Untuk penanganan korban, UPTD PPA Batam memberikan pendampingan khusus guna memperhatikan kondisi psikologis mereka. Dedy mene-kankan bahwa pihaknya berkoordinasi erat dengan kepolisian dalam proses pendampingan.
”Pendampingan diberikan setelah ada laporan di polisi dan penyidik meminta bantuan kami dalam mendampingi korban,” jelasnya.
Dedy juga mengimbau para orangtua agar lebih memperhatikan perilaku dan pergaulan anak-anak mereka, terutama di era digital ini. “Saat ini, sangat mudah bagi anak-anak untuk terkoneksi dengan orang lain melalui ponsel, sehingga pengawasan ketat dari orangtua menjadi sa-ngat penting agar anak-anak tidak terjerumus dalam perilaku yang merugikan diri mereka sendiri,” tambahnya.
Sebagai langkah preventif, pihaknya juga aktif memberikan edukasi di sekolah-sekolah di Kota Batam. “Edukasi ini bertujuan untuk mengarahkan siswa agar memiliki pola pikir positif dan menjaga diri dari pergaulan yang berpotensi membahaya-kan mereka,” sebutnya.
Sedangkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam, Siti Nurlailah, menaruh perhatian serius terhadap penanganan kasus ini. “Pastinya ini menjadi dua hal yang sangat kontradiktif, tetapi kami berharap ke depan kita lebih konsen terhadap perhatian keluarga,” ujarnya.
Ia menambahkan, kasus kekerasan seksual kian marak di tengah upaya pemerintah daerah (Pemda) menjadikan Batam sebagai kota ramah anak. DPRD Batam berkomitmen mendukung program pemerintah untuk menjadikan Batam sebagai kota layak anak dengan mengadakan pemahaman bagi masyarakat untuk berani melaporkan (speak up).
”Kami menekankan pentingnya berani berbicara atau melaporkan bagi korban yang terjadi dalam keluarga. Sebab tak sedikit kasus ditutupi karena stigma di tengah sosial,” tutupnya. (*)