Kenaikan PPN Rentan Tekan Industri

4 hours ago 2
ilustrasi pajak.

batampos – Rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen terus menuai respons minor dari pe-ngusaha di berbagai sektor. Setelah pelaku usaha ritel menyampaikan usulan penundaan kenaikan PPN, sejumlah pengusaha di sektor lain seperti makanan minuman dan otomotif juga menyampaikan keberatannya.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, pihaknya berharap pemerintah bisa mengkaji ulang kembali rencana kenaikan PPN 12 persen karena dapat mengakibatkan industri kian tertekan. Apalagi, daya beli masyarakat juga masih belum membaik hingga kini.

”Jadi, kondisi seperti ini kita butuh konsolidasi agar industri makanan minuman bisa mencari alternatif bahan-bahan yang lebih positif, lebih efisien,” kata Adhi. Hal itu tentu membutuhkan dukungan pemerintah. ”Karena kalau pemerintah tetap mau menaikkan PPN, pasti akan memukul sektor industri, khusus-nya industri makanan-minuman,” lanjutnya.

Pengusaha pun bakal melakukan efisiensi di tengah tantangan tersebut. Tetapi, bukan berarti prioritas mengurangi banyak pegawai. ”Kalau saya lihat di industri makanan minuman, biasanya pengurangan karyawan itu tidak masif, tapi lebih ke efisiensi perubahan di prosesnya mengarah ke otomatisasi. Ini kami lakukan,” bebernya.

Senada, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam mengungkapkan ke-khawatirannya terhadap dampak kebijakan tersebut pada kinerja penjualan dan daya beli masyarakat. ”Sudah pasti akan memengaruhi performance penjualan dan market tahun depan. Saya khawatir dengan kenaikan PPN ini justru tax revenue kita malah akan turun kalau market bereaksi negatif,” ujar Bob.

Menurut Bob, kenaikan PPN bisa memperburuk kondisi pasar, terutama ketika daya beli masyarakat sedang melemah. Jika bisnis tertekan dan konsumen menahan pembelian, dampaknya akan lang-sung terasa pada penerimaan pajak negara.

”Kalau bisnis tertekan, pembeli menahan pembelian, market turun. Kan akhirnya tax revenue juga turun,” urainya.

Penolakan terhadap kenaikan PPN juga mulai muncul di kalangan masyarakat umum. Seperti disuarakan PP Muhammadiyah yang meminta rencana kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen dibatalkan. Kebijakan tersebut dirasa kurang sensitif terhadap kondisi UMKM saat ini yang sedang lesu.

”Kenaikan PPN tersebut tidak sensitif terhadap dinamika dunia usaha saat ini,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) Ghufron Mustaqim.

Kebijakan tersebut, kata dia, kontraproduktif terhadap upaya pemerintah membuka lapangan pekerjaan di tengah kenaikan angka pengangguran. Ghufron menilai, di tengah kondisi saat ini seharusnya PPN diturunkan.

Sebab, tarif PPN yang lebih rendah akan dapat memutar transaksi penjualan dengan lebih cepat. Harga-harga produk bisa menjadi lebih kompetitif. Pada gilirannya, itu dapat membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.

Dia mengingatkan bahwa kebijakan yang akan berlaku pada tahun depan itu otomatis menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN. Sebagai perbandingan, PPN di Malaysia hanya 6 persen. Lalu, di Singapura dan Thailand sebesar 7 persen.

”Di Vietnam, Kamboja, dan Laos PPN-nya sebesar 10 persen,” tutupnya. (*)

Read Entire Article
Makassar Info | Batam town | | |