Akar Bhumi berisi para aktivis yang peduli dan berkarya secara bersama-sama memelihara kelestarian lingkungan hidup. Komunitas ini memiliki perhatian tinggi terhadap kerusakan mangrove yang ada di Batam.
Akar Bhumi Indonesia sebuah perkumpulan Non-Governmental Organization (NGO) yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Berisikan aktivis-aktivis yang peduli dan berkarya secara bersama-sama. Berusaha memelihara kelestarian lingkungan hidup sejak berdiri pada akhir 2016.
Founder Akar Bhumi, Hendrik, me-ngatakan bahwa kondisi Batam mengkhawatirkan. Dimana kondisi lingkungan hidup di Batam semakin menurun. Ditambah dengan krisis air bersih di beberapa waktu terakhir ini. Kemudian, perubahan-perubahan area hutan dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungannya.
”Itulah yang membuat kami melahirkan Akar Bhumi di Indonesia,” tutur Hendrik memulai perbincangan saat dijumpai koran ini di shelter Akar Bhumi yang berlokasi di Tanjungpiayu, Jumat (8/11).
Hendrik mengungkapkan bahwa Akar Bhumi digawangi generasi muda dengan rata-rata usia 17-40 tahun. Pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia serta didampingi NGO lingkungan hidup lainnya.
”Akar Bhumi melihat bakau merupakan salah-satu vegetasi pohon di dalam hutan mangrove. Penanaman bakau di wilayah pesisir akan memperkuat zona pantai, karena bakau memiliki fungsi ekologi yakni mencegah abrasi, mencegah intrusi air laut, menahan dan memecah gelombang laut, menyerap karbon dioksida lebih banyak dari pohon biasa, memproduksi oksigen lima hingga sepuluh kali lipat dibanding pohon biasa, serta menjadi habitat bagi fauna,” tuturnya.
Menurutnya, bagi masyarakat yang hidup di wilayah pesisir, hutan bakau menyediakan sumber pangan, penghasilan (habitat berbagai hewan laut), dan sistem perlindungan alami dari bencana alam. Jika wilayah pesisir suatu daerah kuat dan mampu menahan gelombang laut, maka akan turut berdampak baik bagi lautan di sekitarnya dan pada daratan di belakangnya.
Ada beberapa ruang lingkup kegiatan Akar Bhumi Indonesia. Pertama, rehabilitasi/konservasi yaitu aktif bekerja sama dengan pribadi, masyarakat umum, instansi pemerintah dan swasta dalam melakukan penamanan baik untuk keindahan, penghijauan maupun konservasi.
Kedua, edukasi dan kampanye lingkungan yaitu melakukan kegiatan kelas alam kepada siswa sekolah dari tingkat SD, SMP, SMU, dan universitas serta melakukan penelitian tentang segala hal yang berkenaan dengan lingkungan hidup dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Serta pembuatan videografi, edufashion, karya seni, dan kampanye lingkungan.
”Orang-orang yang berkunjung akan mendapatkan penge-tahuan tentang pentingnya dan tantangan ekosistem mangrove, serta terkait isu-isu dunia tentang lingkungan hidup,” ucap Hendrik.
Ketiga adalah eksplorasi, yakni melakukan riset, perhelatan event lingkungan hidup dan inovasi pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup. Keempat, advokasi, yaitu melakukan advokasi lingkungan dan masyarakat terdampak atas adanya kerusakan lingkungan.
Hendrik menyampaikan, penanaman mangrove harus berdasarkan area dan fungsinya, contohnya apabila itu area penangkapan nelayan, maka penanamannya dibuat menjadi berkelompok, sehingga tidak akan menggangu aktivitas nelayan.
”Jadi harus dilihat dulu di mana dan fungsinya untuk apa,” ucapnya.
Hendrik mengatakan bahwa rentang penanaman mangrove yang bagus antara bulan tiga sampai kurang lebih bulan delapan. Pada saat itu ada masa angin utara, yang biasanya terjadi tiga bulan dalam setahun.
Untuk biaya bibit bakau berkisar di Rp15 ribu. Sedang untuk biaya maintenance Rp6.000/pohon/tahun, dan sudah termasuk penggantian pohon yang mati. ”Kegiatan menanam ini yang paling besar ada di perawatan, seperti bersihkan daunnya, ambilin sampah-sampah,” tambah Hendrik.
Menurutnya, gerakan yang dilakukan Akar Bhumi adalah tentang bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat dengan edukasi, kemudian menjawab kerusakan lingkungan. ”Bumi ini hidup, bumi ini bernapas, bumi ini berdetak, bumi ini berdengkur, bumi ini teriak, bumi ini marah, bumi ini menangis. Apapun itu, kerusakan harus dihentikan,” ucap Hendrik menutup perbincangan. (*)
Reporter: Tia Cahya Nurani