batampos – Industri kreatif diyakini masih menjadi salah satu tulang punggung penting perekonomian Indonesia. Sampai tutup tahun 2023, nilai tambah industri kreatif mencapai Rp1414,8 triliun. Tumbuh 10,5 persen dibandingkan dengan nilai tambah ekonomi kreatif pada 2022 senilai Rp1280,42 triliun.
”Sektor fesyen dan kriya ini menjadi dua sektor yang memiliki kontribusi terbesar. Tentunya ini merupakan sebuah capaian membanggakan dan menunjukkan bahwa prospek industri kreatif di Indonesia semakin besar,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita.
Dia melanjutkan, menjaga pertumbuhan ekonomi kreatif agar tidak mengalami stagnansi, apalagi penurunan, merupakan tantangan bagi semua stakeholder. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga pelaku dalam ekosistem.
”Kita selalu berupaya untuk mengembangkan ekosistem industri fesyen dan kriya. Harapannya, bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemajuan dari industri fesyen dan kriya ini sendiri,” tambahnya.
Salah satu yang terus diupayakan adalah menambah frekuensi business pitching dan business matching antara investor dan pelaku IKM. Minggu (10/11), Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya yang merupakan bagian dari Ditjen IKMA Kemenperin menggelar acara Inspira. Acara tersebut secara khusus mempertemukan pelaku IKM dengan investor-investor potensial.
Kepala Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya Dickie Sulistiya menegaskan, IKM tidak hanya dipertemukan dengan investor. Sebelum itu, IKM juga diberi pembekalan khusus mengenai strategi pitching.
”Jadi, sebelum ketemu investor, mereka juga dilatih cara mempresentasikan bisnisnya. Dilatih strategi bagaimana memasarkan bisnisnya,” ujar Dickie.
Menurut Dickie, upaya tersebut dilakukan untuk menyasar kendala bahwa banyak pelaku IKM dengan bisnis yang potensial, tapi terkendala pengetahuan untuk menyajikannya di depan investor.
”Ini akhirnya berdampak pada kendala lainnya. Misalnya, IKM jadi sulit mendapatkan mitra, sulit mengakses pendanaan, dan sebagainya,” urai Dickie.
Soal pendanaan UMKM, sejumlah analisis menyatakan prediksi optimistis bahwa penurunan suku bunga acuan BI rate menjadi 6 persen akan berdampak positif pada penyaluran kredit, termasuk untuk segmen UMKM. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan kredit UMKM pada tutup periode semester I 2024 mencapai Rp1.375,5 triliun.
”Hal ini tentu menjadi angin segar, terutama bagi pelaku usaha maupun industri, mengingat mereka yang kemudian ingin menambah kapasitas produksi. Di sisi lain, pemerintah perlu memastikan daya beli masyarakat dengan menjaga harga barang tetap stabil. Masyarakat mempunyai ekspektasi meningkatkan permintaan pada akhir tahun,” ujar ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. (*)